Minggu, 22 Mei 2011

Pemimpin Ideal

Seorang pemimipin (leader) sangat diperlukan dalam suatu organisasi atau kelompok. Bahkan kelompok terkecil sekalipun (keluarga, misalnya) tetap membutuhkan adanya figur seorang pemimpin (yaitu, ayah/bapak sebagai kepala/pemimpin rumah tangga). Pemimpin, dalam menjalankan peranannya, tidak hanya sekedar berusaha memimpin dengan baik saja. Selain baik, pemimpin haruslah ideal. Ideal dalam artian tidak hanya kinerjanya saja yang baik tetapi juga dapat menimbulkan loyalitas dari bawahannya.

Mengapa terdapat bawahan dapat menjadi begitu loyal terhadap pemimpinnya? Atau barangkali mengapa terdapat bawahan yang kurang atau bahkan sama sekali tidak loyal terhadap pemimpinnya? Loyalitas bawahan terhadap pemimpin disebabkan oleh karena orang yang menjadi pemimpinnya mempunyai suatu kekuatan (power). Kekuatan tersebut bersumber dari beberapa unsur yang dapat menentukan loyal tidaknya bawahan kepada pimpinannya.

Sumber Kekuatan dan Unsur-unsurnya:
A. Jabatan
1. Legitimate
2. Reward and Coercive

B. Diri Pribadi
1. Expertise
2. Reference
3. Networking
4. Charisma

Sumber kekuatan pertama adalah jabatan. Kebanyakan bawahan mau bersikap loyal kepada
pimpinannya dikarenakan oleh kekuatan tersebut. Mereka mau tidak mau harus loyal terhadap pemimpinnya karena memang berada di bawah kepemimpinan seseorang. Kekuatan ini mempunyai dua unsur, yaitu legitimate power (kekuatan legitimasi) dan reward and coercive power (kekuatan untuk menghargai dan memaksa).

Legitimate power merupakan unsur kekuatan yang dapat diistilahkan sebagai “surat pernyataan” yang menyatakan secara resmi bahwa seseorang adalah pemimpin bagi suatu kelompok/bawahan tertentu. Dengan unsur inilah, pemimpin dapat “menundukkan” bawahannya karena memang ia telah ditunjuk secara resmi untuk menjadi pimpinan. Dengan begitu, bawahan mau tidak mau (dan harus mau) untuk loyal pada pemimpinnya karena memang itu harus dilakukan.

Contohnya dapat dilihat pada kepemimpinan seorang kepala sekolah. Kepala sekolah ( di sekolah manapun) bertugas berdasarkan SK (Surat Keputusan). Dengan SK tersebut, para guru dan staf lainnya menduduki jabatan sebagai bawahan dari kepala sekolah. Oleh karena si kepala sekolah mempunyai SK yang semakin mengukuhkan jabatannya tersebut, maka mau tidak mau bawahan (guru dan staf lainnya) harus menaati apa yang diperintahka n oleh kepala sekolah.

Reward and coercive power merupakan unsur kekuatan yang cenderung mengarah pada pemberian suatu balas jasa secara timbal balik antara pimpinan dan bawahan. Dalam bahasa praktisnya dapat dikatakan bahwa jika pemimpin berkata “A”, maka bawahan harus melakukan “A”. Jika mau melakukan, akan mendapat balas jasa berupa penghargaan, insentif, atau semacamnya.

Jika tidak, juga akan mendapatkan balasan yang bersifat hukuman atau paksaan. Bawahan tentu saja akan menghindari yang dinamakan hukuman dan meraih apa yang dinamakan penghargaan. Dengan begitu, bawahan akan dengan loyalnya mengikuti apa yang diperintahkan pimpinannya dalam rangka untuk mendapatkan penghargaan dan menghindari hukuman. Apabila bawahan nekat untuk tidak mau melaksanakan, nantinya akan tetap dipaksa untuk tetap melakukan perintah pimpinannya. Dalam praktik, unsur ini tidak terlepas dari unsur sebelumnya (legitimate power).

Karena tanpa adanya legitimate power, pemimpin tidak mempunyai kekuatan penuh untuk menjalankan kebijakan-kibijakannya terkait dengan reward and coercive power. Dengan adanya legitimate power, maka pemimpin akan dapat melakukan reward and coercive power untuk dapat membuat bawahannya menjadi loyal.

Contohnya seperti pada dunia kerja. Seorang pimpinan (katakanlah seorang bos) memerintahkan bawahan-bawahannya untuk menyelesaikan suatu proyek dalam tenggat
waktu tertentu. Jika selesai tepat waktu atau kurang dari waktu yang ditentukan akan mendapat insentif berupa 2 kali gaji. Namun jika tidak, bos akan marah dan insentif tidak didapat. Jika Anda sebagai bawahan, apa yang akan dilakukan? Mendapat insentif atau menerima omelan dari bos? Lebih baik besikap loyal daripada harus mendapat hukuman, bukan?

Selanjutnya, loyalitas bawahan juga tergantung dari unsur-unsur yang ada pada diri pribadi pemimpin itu sendiri. Jika ada sesuatu dari diri pemimpin yang dapat dikatakan menarik atau cocok dengan yang diinginkan bawahannya, maka tentu saja bawahan akan menjadi sangat loyal kepada pemimpinnya. Unsur-unsur tersebut adalah expertise (keahlian), reference (referensi, dalam hal ini lebih dikaitkan pada kepribadian), network (jaringan, atau hubungan relasional dengan pihak lain),
dan charisma (kharisma).

Expertise merupakan keahlian yang dimiliki oleh pemimpin. Jika pemimpin memiliki keahlian yang memadai dalam menjalankan peran kepemimpinannya, maka ia akan dipercaya oleh bawahan-bawahannya. Keahlian yang diperlukan tidak hanya berupa keahlian memimpin saja, tetapi juga keahlian spesifik yang memang harus dikuasai sesuai dengan bidangnya.

Contohnya seperti pada kepala bagian kebersihan di suatu organisasi perusahaan. Kepala bagian kebersihan, selain mempunyai kemampuan untuk memimpin bawahan-bawahannya(orang-orang yang bekerja sebagai cleaning service), harus mempunyai keahlian yang dibutuhkan oleh seorang cleaning service. Untuk apa kemampuan tersebut dibutuhkan?

Agar pemimpin dipercaya oleh bawahannya. Coba Anda bayangkan, jika seorang kepala bagian kebersihan tidak mengetahui bagaimana caranya untuk membersihkan kamar mandi dan disuruh untuk menilai kinerja bawahannya. Tentu saja pemimpin tersebut hanya dapat menilai tanpa ada dasarnya (karena ia tidak mempunyai kemampuan yang detil mengenai cara membersihkan kamar mandi). Bawahannya akan berkurang loyalitasnya karena merasa bahwa mereka dipimpin dan diperintah oleh orang bodoh. Untuk itu, keahlian spesifik tersebut sangatlah diperlukan selain keahlian memimpin.

Reference merupakan referensi. Dalam hal ini, referensi yang dimaksud adalah referensi dari diri pribadi pemimpin terkait dengan kepribadiannya. Tidak hanya terbatas pada kepribadiannya di saat memimpin saja tetapi juga seluruh kepribadian yang ada pada dirinya. Kepribadian dalam memimpin jelas merupakan prioritas utama. Karena bawahan akan menentukan loyal tidaknya pada seorang pemimpin berdasarkan kepribadian yang tampak pada saat pemimpinnya memimpin. Jika seorang pemimpin memiliki kepribadian dalam memimpin, antara lain selalu bersikap baik dan selalu berkomunikasi dengan bawahannya secara baik, tentu saja bawahan akan loyal terhadapnya.

Sebagai contoh, bos dan karyawan. Jika seorang bos selalu besikap baik, murah senyum, dan tidak terlalu banyak menuntut macam-macam dari bawahannya, maka bos tersebut akan disukai oleh bawahannya. Bawahan merasa bahwa mereka dipimpin oleh seseorang yang memiliki kepribadian yang baik sehingga akan percaya pada kepemimpinan bos tersebut.

Network merupakan jaringan pertemanan atau hubungan relasional pemimpin dengan pihak lain. Pihak lain di sini bisa berarti orang-orang yang menjadi temannya atau pemimpin-pemimpin yang lain. Dengan jaringan pertemanan yang luas, bawahan merasa bahwa pemimpinnya adalah seseorang yang dapat berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain. Bawahan akan loyal pada pemimpin yang mempunyai hubungan baik dengan pihak lain.

Contohnya, kepala sekolah yang memiliki banyak relasi di luar sekolah yang dipimpinnya. Bawahan (guru dan staf) merasa dipimpin oleh pemimpin yang senang berteman sehingga bawahan akan lebih merasa nyaman dengan kepemimpinan kepala sekolah tersebut. Coba Anda bayangkan jika dipimpin oleh seorang pemimpin yang tidak suka menjalin hubungan baik. Tentu saja Anda akan memilih untuk menjaga jarak dengan pemimpin tersebut dan menurunkan loyalitas Anda, bukan?

Charisma merupakan karisma seorang pemimpin yang ada pada dirinya. Karisma ini tidak semua orang memiliki. Ada yang mendapatkannya secara lahiriah, ada pula yang mendapatkannya dengan sengaja mebuat agar karisma tersebut ada pada dirinya. Karisma adalah unsur yang dapat dikatakan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap ketulusan loyalitas bawahan. Dengan karisma yang dimiliki, pemimpin dapat dengan mudah memimpin bawahannya dan bawahan dengan tulus dan senang hati akan melakukan apa yang diperintahkan. Namun sayangnya, karisma ini tidak semua pemimpin dapat memilikinya. Hanya saja, karisma dapat dicari dan ditumbuhkan dalam diri seorang pemimpin. Selain itu, karisma biasanya bersifat subjektif. Terkadang hanya beberapa orang saja yang dapat melihat karisma dari seseorang. Jika di mata seorang bawahan bahwa pemimpinnya memiliki suatu karisma dalam memimpin, belum tentu bawahan lain akan menilai sama.Sebagai contoh, coba Anda lihat pemimpin pemimpin yang ada di sekitar Anda. Perhatikanlah bagaimana cara pemimpin tersebut memimpin. Jika ada salah satu atau beberapa pemimpin yang menarik atau sangat menarik bagi Anda, itu berarti pemimpin tersebut memiliki karisma di mata Anda. Namun perlu diingat bahwa karisma ini bersifatsubjektif. Jadi, belum tentu orang lain akan menilai sama dengan penilaian Anda.

Pemimpin ideal merupakan pemimpin yang tidak hanya memiliki kinerja yang amat baik. Tetapi juga mendapatkan loyalitas dari bawahannya. Tanpa loyalitas, pemimpin masih belum dapat dikatakan ideal. Karena pemimpin yang sebenarnya adalah pemimpin yang mampu memimpin bawahan-bawahannya secara baik dan juga ditaati. Jika pemimpin telah memiliki kemampuan tersebut, maka loyalitas bawahan akan mengikutinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar