Adanya prinsip-prinsip dasar yang positif dan orang hanya dapat mengalami keberhasilan yang sejati dan kebahagiaan yang abadi bila mereka belajar mengintegrasikan prinsip-prinsip tersebut kedalam karakter dasar mereka.
Contoh prinsip-prinsip dasar seperti : Integritas, Kerendahan Hati, Kesetiaan (loyal), Keadilan, Keberanian, Kesederhanaan, Kesopanan, dll. Untuk menjadi manusia yang berhasil, kita harus menjadi efektif terlebih dahulu Menjadi efektif diperlukan tujuh tahapan kebiasaan, yaitu :
Contoh prinsip-prinsip dasar seperti : Integritas, Kerendahan Hati, Kesetiaan (loyal), Keadilan, Keberanian, Kesederhanaan, Kesopanan, dll. Untuk menjadi manusia yang berhasil, kita harus menjadi efektif terlebih dahulu Menjadi efektif diperlukan tujuh tahapan kebiasaan, yaitu :
Kebiasaan 1: Jadilah Proaktif ( Be Proactive )
Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan.
Orang-orang proaktif adalah pelaku- pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain. Mereka lakukan ini dengan mengembangkan serta menggunakan keempat karunia manusia yang unik — kesadaran diri, hati nurani, daya imajinasi, dan kehendak bebas — dan dengan menggunakan Pendekatan Dari Dalam ke Luar untuk menciptakan perubahan. Mereka bertekad menjadi daya pendorong kreatif dalam hidup mereka sendiri, yang adalah keputusan paling mendasar yang bisa diambil setiap orang.
Kebiasaan 2: Merujuk pada Tujuan Akhir ( Begin With The End in Mind )
Segalanya diciptakan dua kali — pertama secara mental, kedua secara fisik. Individu, keluarga, tim, dan organisasi, membentuk masa depannya masing-masing dengan terlebih dahulu menciptakan visi serta tujuan setiap proyek secara mental. Mereka bukan menjalani kehidupan hari demi hari tanpa tujuan-tujuan yang jelas dalam benak mereka. Secara mental mereka identifikasikan prinsip-prinsip, nilai-nilai, hubungan-hubungan, dan tujuan-tujuan yang paling penting bagi mereka sendiri dan membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk melaksanakannya.
Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataan misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya. Menciptakan budaya kesamaan misi, visi, dan nilai-nilai, adalah inti dari kepemimpinan.
Kebiasaan 3: Dahulukan yang Utama ( Put First Thing First )
Mendahulukan yang utama adalah penciptaan kedua secara fisik. Mendahulukan yang utama artinya mengorganisasikan dan melaksanakan, apa-apa yang telah diciptakan secara mental (tujuan Anda, visi Anda, nilai-nilai Anda, dan prioritas-prioritas Anda). Hal-hal sekunder tidak didahulukan. Hal-hal utama tidak dikebelakangkan. Individu dan organisasi memfokuskan perhatiannya pada apa yang paling penting, entah mendesak entah tidak. Intinya adalah memastikan diutamakannya hal yang utama.
Kebiasaan 4: Berfikir Menang/Menang ( Think Win Win )
Berfikir menang/menang adalah cara berfikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berfikir menang / menang adalah didasarkan pada kelimpahan — “kue” yang selamanya cukup, peluang, kekayaan, dan sumber-sumber daya yang berlimpah — ketimbang pada kelangkaan serta persaingan.
Berpikir menang-menang artinya tidak berpikir egois (menang / kalah) atau berpikir seperti martir (kalah / menang). Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara saling tergantung — dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir manang / menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang / menang artinya berbagai informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.
Kebiasaan 5: Berusaha untuk Memahami Terlebih Dulu, Baru Dipahami (To Understand To Be Understood)
Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain, ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai, mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami terjadi lebih alami dan mudah. Berusaha memahami ini menuntut kemurahan; berusaha dipahami menuntut keberanian. Keefektifan terletak dalam keseimbangan di antara keduanya.
Kebiasaan 6: Wujudkan Sinergi (Synergy)
Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga — bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Sinergi adalah buah dari sikap saling menghargai — sikap memahami dan bahkan memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang.
Tim-tim serta keluarga-keluarga yang sinergis memanfaatkan kekuatan masing-masing individu sehingga secara keseluruhannya lebih besar dari pada jumlah total dari bagian-bagiannya. hubungan-hubungan serta tim-tim seperti ini mengenyampingkan sikap saling merugikan (1 + 1 = 1/2). Mereka tidak puas dengan kompromi (1 + 1 = 1 1/2), atau sekedar kerjasama (1 + 1 = 2). Melainkan, mereka kejar kerjasama yang kreatif (1 + 1 = 3 atau lebih).
Kebiasaan 7: Mengasah Gergaji ( Sharpening The Saw )
Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui diri terus menerus dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita untuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya. Bagi sebuah organisasi, Kebiasaan 7 menggalakkan visi, pembaharuan, perbaikan terus-menerus, kewaspadaan terhadap kelelahan atau kemerosotan moral, dan memposisikan organisasinya di jalan pertumbuhan yang baru.
Bagi sebuah keluarga, kebiasaan 7 meningkatkan keefektifan lewat kegiatan-kegiatan pribadi maupun keluarga secara berkala, seperti membentuk tradisi-tradisi yang merangsang semangat pembaharuan keluarga. [Stephen R. Covey]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar